Pernikahan Adat
Tradisi Begadisan pada masyarakat suku Pasemah
Dalam hal pacaran pemuda pemudi di Kedurang dan daerah pasemah lainnya memiliki tradisi “begadisan” yaitu suatu tradisi seorang laki-laki bertamu ke rumah gadis dalam rangka mengenal pribadi yang mengarah ke hubungan khusus (pacaran). Dalam istilah pasemah begadisan ini bertujuan dalam rangka mencari calon pacar atau dalam bahasa pasemah disebut juga “cakagh santingan” (mencari pacar) atau juga dimanfaatkan untuk mencari pendamping hidup atau isteri, dalam bahasa pasemah disebut “cakagh bunting” (mencari isteri).
Kegiatan ini merupakan wadah komunikasi bujang dan gadis untuk saling mengenal pribadi satu sama lain sebelum mereka memutuskan untuk menjalin sebuah mahligai rumah tangga.
Dalam kelangsungan kegiatan begadisan ini “pengerbaian” ikut berperan penting dalam pelaksanaan sukses atau gagalnya kegiatan tersebut. Pengerbaian yang dimaksud adalah ibu atau tuan rumah gadis yang telah menikah dan berfungsi untuk mengontrol dan mengawasi jalannya begadisan.
Begadisan juga biasa dilakukan pada saat musim panen padi tiba, musim libur sekolah serta acar pernikahan dan jamuan lainnya. Trdisi ini masih dilakukan oleh masyarakat pasemah seperti di Kaur Utara. Di samping itu begadisan tidak dilakukan untuk seseorang yang ada hubungan kekerabatan, atau dalam satu dusun, dan juga orang yang telah menikah khusunya duda.
a. Tahap pra begadisan
Pada tahap ini sering disebut dengan tahap meminta izin bagi para tamu (bujang) kepada “pengerbai” untuk menyampaikan maksud kedatangannya dengan cara salah satu di antara mereka mengetuk pintubelakang atau dinding sebagai tanda meminta izin, dalam fase ini kegiatan yang dilakukan oleh para bujang yang ingin begadisan adalah memberi salam pembuka. Begadisan bisa dilakukan oleh empat bahkan sepuluh bujang. Semakin cantik sang gadis, maka semakin banyak bujang yang ingin “begadisan” dengannya.
Adat bagadisan ini aslinya dilakukan pertama dengan cara mengetuk dinding yang terbuat dari papan oleh para bujang. Setelah itu tuan rumah yaitu kerbai atau ibu sang gadis menyambut salam mereka. Di sini harus ibu-ibu karena sang bapak gadis tersebut tidak boleh turut campur dalam acara begadisan tersebut. Dalam tradisi begadisan yang asli, antara para bujang yang datang kerumah gadis dan sang gadis tidak boleh bertemu atau bertatap muka. Mereka hanya bisa berbicara dengan sang gadis secara bergantian melalui sebuah lubang kecil yang telah dibuat oleh tuan rumah.
Sebelumnya bujang telah mengetahui rumah yang ia ketuk itu adalah rumah gadis yang mereka inginkan untuk “begadisan”. Begadisan dilakukan pada malam hari sekitar jam delapan malam hingga tengah malam. Apabila lewat dari waktu yang ditentukan, maka bujang daerah itu akan menegur para bujang yang begadisan di rumah sang gadis. Begadisan tidak ditentukan harus malam apa, bebas tak harus malam minggu seperti “ngapel” yang dilakukan oleh pemuda jaman sekarang.
Namun lama-kelamaan tradisi begadisan tidak lagi dilakukan melalui lubang kecil. Begadisan mulai dilakukan di dalam ruangan di rumah sang gadis, yaitu di ruangan dapur sang sang gadis. Umumnya rumah orang Kedurang dulu menggunakan papan. Para bujang mengetuk pintu dapur rumah sang gadis dan mengutarakan salam dengan “kerbai” yaitu ibu sang gadis, isi salam mereka adalah meminta izin untuk “begadisan” dengan anaknya. Kemudian begadisan tidak dilakukan di dapur lagi tetapi dilakukan di ruang tamu namun tetap masih di bawah pengawasan kerbai.
Dan inti dari semua percakapan yang terdapat pada fase utama ini merupakan “prasyarat” yang ditujukan kepada orang tua gadis yang sedang bersama-sama dengan anak gadisnya. Diharapkan dari berbagai pertanyaan tersebut nantinya orang tua dapat mengerti dan sekaligus menyampaikan kepada sang gadis tentang maksud dan tujuan kepada bujang.
Selain itu, didalam mengungkapkan berbagai gaya bahasa yang tujuannya adalah untuk memperhalus pembucaraan dan menarik perhatian dari orang tua sang gadis.
Adapun contoh obrolan saat pra begadisan bujang dari Kedurang ke daerah Padang Guci
Bujang : “Tok…tok…tok…”
Kerbai : “Sape ceh?” (siapa ya ?)
Bujang : “Kami Bung jauh jak di Kedurang, amu kah pacak ndak ngubul ngah gadis kamu”
(kami Bik, bujang jauh dari Kedurang, kalau boleh ingin ngobrol dengan anak gadismu)
Kerbai : “Kudai nanyei nye kudai”(sebentar tanya dia dulu)
b. Tahap begadisan (Ngayap gadis)
Seperti penulis paparkan diatas, tradisi begadisan mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan jaman. Begadisan yang aslinya dulu dilakukan dengan cara berbicara melalui sebuah lubang kecil pada dinding papan rumah sang gadis, tidak adanya tatap muka antara para bujang dan sang gadis. Setelah itu, begadisaan yang dilakukan melalui lubang kecil tersebut mulai ditinggalkan. Begadisan dilakukan dengan cara bertemu di dapur sang gadis. Di dapur rumah sang gadis ini berkumpulah para bujang, posisinya berhadapan dengan sang gadis yang didampingi oleh kerbai, yang dapat diwakilkan oleh sang ibu, bibi sang gadis, nenek, dan sanak saudaranya yang lain yang harus telah menikah (ibu-ibu).
Begadisan ini dilakukan dengan cara berkumpul di dapur rumah sang gadis. Dapur orang dahulu umumnya berukuran luas sekitar 4 x 6 Meter. Para bujang berkumpul di hadapan sang gadis dan kerbai yang dapat diwakili oleh ibu sang gadis, bibi sang gadis, atau wanita yang telah menikah. Kerbai berfungsi sebagai pengawas dalam proses berlangsungnya “begadisan”. Dalam acara begadisan ini obrolan dilakukan dengan berkirim surat pendek yang ditulisakan oleh para bujang dan dibalas oleh sang gadis. Tradisi mengirim surat pendek yang dilakukan antara para bujang dan sang gadis disebut “merekis”.
Merekis ini dilakukan untuk menjaga kerahasiaan isi surat antara para bujang dan sang gadis. Namun dalam ruangan ini bukan berarti tidak boleh ada suara, namun suara yang berasal dari bujang yang isinya tentang ungkapan cinta sang bujang tidak boleh terjadi, namun apabila ada obrolan kehidupan sehari-hari boleh saja dibicarakan di ruangan tersebut. Bujang-bujang yang baru datang boleh langsung saja masuk ke ruangan dapur namun tidak ribut. Karena tujuan dari meghekis ini adalah untuk menjaga kerahasiaan isi surat, untuk menciptakan ketenangan dalam proses begadisan, menjunjung sportifitas, dan menjaga perasan sang bujang bila cintanya di tolak oleh sang gadis.
Setiap bujang menuliskan isi hatinya kepada sang gadis melalui surat yang ditulis di sepotong kertas secara bergiliran. Setelah itu, gadis akan membalas setiap surat dari bujang. Setiap bujang akan mendapatkan isi surat yang berbeda dari sang gadis sesuai dengan isi rekisan dari sang bujang.
Bagi para bujang yang begadisan tersebut, sportifitas sangat dijunjung tinggi dalam forum begadisan. Tidak ada perkelahian dalam proses begadisan. Mereka saling menghormati satu sama lain. Mereka menyerahkan keputusan cintanya diterima atau ditolak oleh sang gadis. Apabila salah satu diantara para bujang berhasil mendapatkan hati sang gadis, bujang yang terpilih diberikan selendang sebagai tanda sbahwa hati sang gadis telah terpikat oleh sang bujang terpilih, bujang yang lain harus mundur dan tidak menggangu hubungan antara bujang dan gadis tersebut. Begadisan juga boleh dilakukan berulang-ulang selama gadis tersebut belum ada pacar.
Begadisan ini disebut tahap ngayap gadis dan dilaksanakan atau diterima para tamu untuk masuk ke ruangan yang telah disediakan. Adapun inti dari tahap ini adalah mengungkapkan perasaan oleh penutur kepada lawan tuturnya. Namun secara rinci tahap ini berisikan tentang keinginan bujang terhadap gadis untuk membina hubungan sebagai seorang kekasih atau bahkan menjadi suami isteri.
c. Tahap pasca begadisan
Pada tahap ini adalah tahap selesai dan berakhirnya kegiatan ini secara empiris dampak-dampak yang ditimbulkan tidak bersifat konkrit. Tetapi dari kegiatan ini akan Nampak pada perilaku dan tata kelakuan pergaulan bujang dan gadis masyarakat Pasemah melalui interaksi sosial. Apakah kegiatan in ibis berlanjut ke hubungan selanjutnya (besantingan) atau tahap perkawinan atau hanya sekadar basa-basi dan tidak bisa dilanjutkan.
Adapun contoh percakapan awal menuju isi adalah :
Bujang : “Kapanlah luk ape ketaman Bung?’(bagaimana hasil panen Bik?)
Gadis : “ Luk mane kirenye amu lah udim berangkut kele? Lum kah masak lemang beghumbak?” (bagaimana kiranya, kapan akan masak lemang untuk pesta perkawinan)
Kerbai : “ Ntah lum keruan nian. Masih siap puntunge saje. Anye amu kirenye dating kentut beghayik, lah ade ye sutik tinggal ye laine agi” (entahlah belum tahu, masih siap kayu bakar saja, tapi tak tahu kalaupun misalnya dating jodoh mendadak tidak masalah)
Bujang : “Aseku lah teghase juge, ade mbak mane kate jeme dusun aku nilah dikicikkah luk niyugh gayuh, laghat amu ndak kendak mak lah ngajung umbat mak ini (menurut mungkin kamu sudah dekat dengan jodoh, beda dengan aku, orang dusunku sudah mengatakan aku bujang tua. Kalau mau ibuku sudah menyuruhku menikah sekarang, tapi belum ada yang mau)
Kerbai : “Ringkih mbak katenye tu, anye titu masih ndak nurutkah serile, bukan asak belamuk” (benar kata ibumu, tapi juga masih harus menurutkan selera, jangan asal hantam)
Apabila seorang bujang telah menjalin hubungan sebagai seorang kekasih dengan sang gadis, maka ada tradisi “nyemantung”. Yaitu tradisi sebagai acara makan-makan yang dilakukan oleh sang bujang yang telah berhasil mendapatkan hati sang gadis. Tradisi “nyemantung” ini dilakukan oleh sang bujang. Sang bujang yang telah menjadi pacar sang gadis dalam tradisi ini membawa seekor ayam jago, bumbu-bumbu masak, bahan-bahan untuk membuat gelamai (dodol), gula dan kopi bubuk atau teh.
Sang bujang membawa ayamjago, bumbu masak, dan bahan untuk membuat gelamai tadi ke rumah sang gadis. Bahan-bahan tersebut dimasak dan diolah oleh keluarga dan teman-teman sang gadis dirumah sang gadis. Tradisi ini bisa dikatakan sebagai syukuran kecil-kecilan yang di lakukan oleh sang bujang.
Ayam yang di bawa sang bujang tadi digulai, dan bahan untuk membuat gelamai tersebut dibuat menjadi gelamai. Gelamai biasanya dimasak oleh kaum pria, karena proses membuatnya dengan cara diaduk dan membutuhkan tenaga yang kuat.
Malamnya setelah semua dimasak dan diolah, sang bujang, sang gadis sekeluarga, dan teman-teman sang gadis berkumpul dan menikmati makanan tersebut. Biasanya teman-teman sang bujang yang tak diundang berdatangan untuk turut serta dalam syukuran kecil-kecilan ini.
3.2. Pernikahan Adat Kedurang dan Tarian yang Mengiringinya
Dahulu pada pernikahan masyarakat Kedurang, sangat banyak tradisi yang harus dijalani dalam acara pernikahan. Namun sekarang sudah banyak yang dikurangi dikarenakan banyak memakan biaya dan mungkin kurang efisien..
Pernikahan orang Kedurang pertama dilakukan dengan tahap, yaitu :
1. Lamaran
Lamaran menurut tradisi Kedurang adalah diawali oleh calon pengantin pria yang dating ke rumah perempuan yang ingin ia nikahi. Tradisi pria ke rumah wanita ini denamakan “berasan”.
Pria tersebut menemui ibu sang gadis, mengatakan bahwa ia ingin berumah tangga dengan anak gadisnya. Setelah itu ibu sang gadis memberitahu kepada suaminya atau bapak sang gadis tentang keinginan sang bujang. Apabila disetujui oleh bapak sang gadis, ibu sang gadis mengatakannya kepada sang bujang bahwa orang tua sang gadis menyetujui hubungan anaknya dengan sang bujang untuk berumah tangga. Setelah itu sang bujang memberitahukan hal tersebut kepada orang tuanya untuk melamar sang gadis.
Sang bujang mengatakan kepada bapaknya untuk melamarkan gadis yang ia sukai tersebut kerumah sang gadis. Dalam hal berasan kali ini, sang bujang pergi bersama orang tuanya dan membawa dua orang laki-laki yang dituakan (nuei) kerumah sang gadis.
Dalam berasan untuk melamar sang gadis ini, orang tua sang gadis mengajukan syarat apa saja yang harus dipenuhi oleh sang bujang. Bersan ini juga menentukan berapa uang yang harus dibawa sebagai mahar sang bujang dan tanggal pernikahan. Dan peran laki-laki yang dituakan sebagai saksi dan penasihat atau dalam bahasa pasemah disebut nuei(menuai) proses berasan tersebut dalam berasan yang dilakukan dirumah sang gadis.
Setelah dicapai kesepakatan dalam berasan oleh kedua pihak, maka dapat ditentukan kapan waktu pelaksanaan pernikahan antara sang bujang dan sang gadis. Waktu pernikahan biasanya tidak lama (paling lama biasanya dua bulan) dari waktu lamaran sekaligus pertunangan yang telah dilakukan tersebut diatas.
2. Pernikahan
Dalam hal pernikahan adat Kedurang atau pasemah, dapat dikatakan meiliki nanyak syarat yang harus dipenuhi, terutama dari pihak laki-laki. Dari segi biaya pun dapat dikatakan habis-habisan.
Pada saat ini adat pernikahan yang asli di Kedurang sudah sangat jarang dilakukan oleh masyarakat setempat. Hal ini dikarenakan memakan biaya yang tidak sedikit. Pemerintah setempat pun mengimbau untuk tidak melakukan masak lemang, karena dalam adat pernikahan Kedurang yang asli lemang dibuat dalam jumlah ribuan batang.
a. Syarat yang harus di penuhi pria
Setelah didapati kesepakatan waktu pelaksanaanya pernikahan, maka calon pengantin pria harus menyiapkan syarat-syarat pernikahan.
Pertama adalah lemang. Calon pengantin pria harus menyiapkan lemang sebanyak enam puluh batang lemang. Lemang adalah ketan yang dicampur dengan santan dan diberi sedikit garam yang dimasukkan kedalam batang bambo. Biasanya bambu yang digunakan untuk diisi lemang sepanjang satu ruas.
Enam puluh lemang yang disiapkan oleh calon pengantin pria terdiri dari :
1. Dua puluh batang lemang Kampek Agung
Dua puluh lima batang lemang Kampek Agung ini disiapkan calon pengantin pria untuk diberikan ke pihak calon pengantin wanita.
2. Lima belas batang lemang Kampek Pengantin
Lima belas batang lemang Kampek Pengantin ini juga disiapkan calon pengantin pria untuk diberikan ke pihak calon pengantin wanita.
3. Sepuluh batang lemang Besanggul
Sepuluh batang lemang Besanggul ini adalah batang lemang yang diberi sanggul yang dibuat dari daun pisang. Sepuluh batang lemang Besanggul ini disiapkan calon pengantin pria untuk kepala desa.
4. Sepuluh lemang Besanggul
Sepuluh lemang Besanggul ini disiapkan oleh calon pengantin pria kepada calon pengantin wanita.
Setelah syarat lemang dipenuhi oleh pihak calon pengantin pria, merekapun harus menginap satu malam di rumah calon penmgantin wanita. Dalam hal ini pihak calon pengantin pria tidak seorang diri menginap di rumah calon pengantin wanita. Yang harus menginap di rumah calon pengantin wanita dari calon pengantin pria adalah
1. Bapak calon pengantin pria
2. Ibu calon pengantin pria
3. Wakil bapak calon pengantin pria yang terdiri dari satu orang
4. Satu orang kawan bujang atau teman calon pengantin pria
5. Satu orang Gadis Petandang yaitu penjemput pengantin wanita
6. Satu orang kerbai petandang
b. Syarat calon pengantin wanita
Tidak hanya calon pengantin pria yang melakukan syarat pernikahan, namun calon pengantin wanita juga harus melakukan beberapa syarat. Perempuan masyarakat pasemah sebelum menikah harus memotong giginya. Memotong gigi di sini bukan berarti menghabiskan gigi untuk di potong, namun hanya diratakan saja agar permukaan gigi sama rata.
Dalam bahasa pasemah adat memotong gigi yang dilakukan oleh calon pengantin wanita adalah “bedabung”. Tradisi ini sekarang sudah sangat jarang dilakukan karena tidak semua wanita menyukainya. Menurut informasi yang penulis peroleh dari narasumber yaitu nenek penulis sendiri mengatakan bahwa tradisi ini berlaku di jaman ibunya dulu, atau pada jaman nenek buyut penulis, dalam bahasa pasemah disebut “nenek puyang”.
Proses meratakan gigi (bedabung) dulu, orang pasemah menggunakan putik kembang papaya atau putik “sangsile” dalam bahasa pasemah. Putik ”sangsile” dibakar terlebih dahulu, kemudian dalam keadaan masih panas tersebut calon pengantin wanita yang akan melakukan tradisis “bedabung” menggigit putik kembang papaya tersebut. Tujuannya adalah untuk melunakkan gigi yang akan diratakan. Setelah beberapa saat digigit kembang papaya tersebut dibuang dan gigi siap untuk diratakan. Untuk meratakan gigi yang telah lunak tersebut, orang dulu menggunakan kikir yang biasa digunakan untuk mempertajam gergaji. Setelah rata barulah calon pengantin wanita tersebut boleh melakukan pernikahan. Tujuan dari meratakan gigi ini agar calon mempelai wanita tersebut terlihat cantik, dan bila tersenyum nampaklah gigi yang bagus sama rata.
Syarat yang mesti dilakukan oleh calon pengantin wanita tidak sebanyak yang harus dilakukan oleh calon pengantin pria. Setelah melakukan syarat “bedabung" calon mempelai wanita tidak melakukan syarat lagi kecuali menginap dirumah suaminya setelah acara pernikahan.
Seperti pengantin pria, pengantin wanita juga membawa anggota dari pihaknya untuk menginap di rumah suaminya yaitu :
1. Membawa Gadis Petandang dua orang
2. Ibu pengantin wanita
3. Satu orang kerbai petandang
3.3. Pesta pernikahan
Pernikahan identik dengan pesta, makan-makan, dan undangan. Pada jaman sekarang apabila ada suatu pernikahan, mengajak orang untuk hadir dalam pesta pernikahan dengan menggunakan kartu undangan. Namuntidak pada jaman dulu, di adat Kedurang memanggil semua undangan dengan cara mendatangi orang yang akan diundang dalam bahasa Pasemah disebut “dijeghumi”. Orang yang dijeghumi tersebut diminta untuk datang sewaktu pesta, dan membantu memasak untuk kebutuhan pesta pernikahan. Yang menjeghumi orang-orang tersebut tidak mesti orang tua pengantin, namun bisa juga diwakilkan dengan orang yang disuruh oleh tuan rumah.
Dalam bahasa Pasemah pembicaraan penjeghum dan undangan (ye dijeghumi) sewaktu menjeghumi seseorang dapat dicontohkan sebagai berikut :
Penjeghum : “Assalamualaikum”
Undangan : “Waalaikum salam, ngape Ding?”(Waalaikumsalam. Kenapa dik?)
Penjeghum : “Jadi luk ini wak, akuni diajung kah nga Bakcik Dalan ngajak kamu nak-beranakkeghumahe. Dia kah nikahka anake ye bungsu tanggal 10 bulan tige ni kele. Jadi die mintak tolong di tukuki wak”(Jadi begini Om, saya ini di suruh oleh Om Dalan mengajak anda sekeluarga untuk kerumahnya, karena dia akan menikahkan anaknya yang bungsu pada tanggal 10 Maret nanti, jadi dia minta tolong untuk dibantu mempersiapkan acara pernikahan tersebut).
Undangan : “au ame luk itu, insya Allah ka ku tukuki Ding...”(Ya kalo begitu, Insya Allah akan saya bantu)
Setelah semua undangan di beritahu (dijeghumi) maka tradisi selanjutnya adalah membagikan lemang kepada warga desa. Tradisi membagikan lemang ini dilakukan oleh tuan rumah acara pernikahan. Sebatang lemang dipotong kecil-kecil secara menyamping atau meneyeron. Tiap satu rumah warga desa diberi sepotong. Pembagian potongan lemang ini dilakukan di sore hari. Maksud dari pembagian lemang ini untuk mengingatkan bahwa pengantin telah tiba dan acara pernikahan akan dilangsungkan besok pagi. Menurut adatnya bagi yang mendapatkan potongan lemang, mereka wajib membawa nasi satu bungkus yang dibungkus dengan daun, gulai atau lauk pauk, dan kue.
Orang yang dimintai bantuan dalam acara pernikahan disebut “penjeghum”. Para penjegum khususnya kerbai atau ibu-ibu seminggu sebelu haru H telah meracik bumbu-bumbu yang akan digunakan untuk memasak gulai pada acara pernikahan.masyarakat Kedurang khususnya yang mampu biasa memotong hewan ternak mereka berupa kerbau atau sapi. Dan kaum bapak-bapak membuat tenda untuk memasak dan mendirikanpanggung untuk acara pernikahan.
Pada saat pemotongan hewan ternak sapi atau kerbau, dilakukan tarian untuk memotong hewan tersebut. Tarian ini dilakukan oleh tujuh orang pria dari pihak pengantin pria dan tujuh orang wanita pula dari pengantin wanita.
Hewan yang akan disembelih tersebut “dibuteka” atau dibutakan terlebih dahulu. Maksud dari membutakan kerbau atau sapi adalah untuk menutup mata hewan tersebut saja, bukan membutakan yang sebenarnya. Membutakan hewan yang akan disembelih tersebut dengan cara menutup kedua matanya dengan tanah kemudian matanya diikat tutup dengan kain. Tujuannya agar hewan tersebut tidak memberontak.
Setelah kedua mata hewan tersebut “dibuteka” penari melempari hewan tersebut dengan lidi kelapa solah menombak hewan buruan. Stelah itu barulah hewan tersebut di sembelih. Cara menyembelihnya pun menggunakan cara khas. Hewan yang akan disembelihkan ditumbangkan dan menghadap kiblat, setelah itu disembelih oleh seorang yang biasa menyembelih hewan dengan menggunakan parang. Setelah leher hewan disembelih, parang yang dihunakan untuk menyembelih ditancapkan di tanah dekat dengan leher hewan yang telah disembelih. Posisi parang harus di depan leher yang telah teluka karena disembelih tadi dengan posisi mata parang menghadap keleher hewan tersebut. Kepercayaan mereka agar parang tersebut tetap tajam bila digunakan untuk menyembelih.
Pada hari H acara pernikahan semua telah siap. Dan acara pernikahan adat siap untuk dilaksanakan. Pengantin pria dan rombongannya yang datang dari rumah pihak pengantin pria harus berjalan kurang lebih seratus meter dari tempat pengantin wanita.
Sewaktu rombongan pengantin tiba di depan rumah pengantin wanita, pengantin pria disambut dengan tarian siwar.
Gambar 3
Tari Siwar
Gambar 4
Pengantin Adat Kedurang
Dengan diiringi keluarganya pengantin pria dan juga juru pantun mereka memasuki rumah pengantin wanita. Sebelum masuk rumah pengantin wanita, juru pantun dari pihak pria berbalas pantun atau bedendang dengan juru pantun dari pihak wanita. Juru pantun dari pihak pihak pengantin pria harus dapat meminta izin untuk diperkenankan masuk oleh keluarga pengantin wanita dengan berbalas pantun atau bedendang.
Gambar 5
Ngarak Pengantin
Setelah diperkenankan masuk oleh pihak keluarga pengantin wanita barulah keluarga pengantin wanita boleh masuk. Mereka dijamu terlebih dahulu dengan minuman dan makanan ringan. Kemudian acara ijab-qabul dilaksanakan.
Pada hari pesta pernikahan para undangan yang baru datang dijamu dengan cara “makan luagh” yaitu para tamu di persilahkan makan ke rumah-rumah yang telah ditunjuk oleh tuan rumah pesta untuk meneyediakan tempat untuk para tamu makan pagi. Rumah yang digunakan untuk makan luagh terdiri dari beberapa rumah di dekat rumah empunya pesta pernikahan. Makanan yang ada di rumah untuk makan luagh disediakan dari tuan rumah yang mengadakan pesta pernikahan.
Antara undangan pria dan wanita dibedakan tempat makannya. Misal kaum ibu makan di rumah si A, maka kaum bapak makan di rumah si B. Makan luagh dimaksudkan karena para tamu undangan umumnya datang dari jauh. Kemungkinan mereka lapar dan belum sarapan pagi, maka tuan rumah pesta menyediakan makan pagi.
Makan luagh ini dilaksanakasn sekitar pukul delapan pagi. Tamu undangan yang baru datang dipersilahkan duduk terlebih dahulu di tempat pesta kemudian panitia pesta menyuruh tamu undangan untuk makan dirumah yang telah ditentukan. Pada siang harinya, para tamu undangan dipersilahkan lagi makan pada pukul satu siang atau setelah dhur.
Ini adalah gambar pengantin adat pasemah yang asli pada jaman dulu
Gambar 6
Pengantin adat Pasemah
mas kiki ahli potong gigi di aceh utara siapa yg minat potong gigi menjelang pernikahan hub maskiki di no hp 085370641972 by maskiki ahli potong gigi tujuan pengobatan/meratakan gigi/merapikan gigi.
BalasHapus