Sistem Pertanian
Pertanian di Kedurang
Masyarakat Kedurang berprofesi sebagai petani pada umumnya. Petani di Kedurang umumnya menanan padi dan kopi. Seperti penulis paparkan sebelumnya, kondisi alam Kedurang bertebing, dan tanahnya mengandung bebatuan. Salah satu dampaknya adalah sawah yang ada di Kedurang banyak berbatu, namun sangat subur. Begitu juga dengan kopi, petani menamnya dibukit-bukit dibelakang dusun.
Di Kedurang terdapat dua sungai, yaitu sungai Kedurang atau “ayek Kedurang” (air Kedurang) dan “rarai ghenik” atau “ayek anak” yaitu sungai yang ukuranya lebih kecil dibanding sungai Kedurang. Sungai Kedurang dan ayek anak terpisah oleh dusun-dusun yang ada diKedurang. Posisinya terletak di sisi depan dan belakang dusun sepanjang Kecamatan Kedurang.
Gambar 13
Jembatan tradisional
Gambar diatas adalah jembatan tradisional yang digunakan penduduk Kedurang pada jaman dulu sebelum adanya jembatan permanen dan jembatan gantung permanen. Mereka menyebrangi sungai, karena sawah masyarakat Kedurang terletak diseberang sungai.
Dengan adanya air sungai sistem isigasi sawah menjadi lancar. Sawah terairi dengan mudah, sehingga hasil panen bagus. Beras Kedurang terkenal hingga ke Pulau Jawa. Beras kedurang berkualitas baik, berasnya putih, pulen dan beraroma wangi sehingga enak bila memakannya.
Petani padi menanam padi maksimal tiga kali dalam setahun. Saat menanam padi, penduduk melakukannya dengan cara berkelompok. Para pekerja kelompok ini diupah oleh orang yang memiliki sawah dengan padi hasil panen kelak. Yang melakukan kerja kelompok ini adalah kaum ibu-ibu.
Tidak hanya dalam menanam padi mereka bekerja kelompok, namun juga saat panen tiba. Memotong padi, merontokkan padi mereka bekerja kelompok. Namun dalam proses penjemuran padi hingga penggilingan padi mereka tidak bekerja kelompok lagi, hanya yang memiliki padi yang mengerjakannya.
Untuk tempat penyimpanan beras orang Kedurang menyimpannya di sebuah pondok yang terletak di depan atau disamping rumah. Lumbung padi ini di sebut “Tengkiang”. Tengkiang berukurang empat kali tiga meter persegi.
Untuk meggiling padi hingga menjadi beras masyarakat Kedurang dulu menngunakan tumbukan yang dinamakan “lesung”, dan alat penumbuknya dinamakan “anak lesung”. Yang menumbuk padi menjadi beras biasanya adalah ibu-ibu. Namun juga bisa dilakukan oleh kaum pria.
Ai kurang lengkap itu cerite ngan tu. Lanjutkan agi lh.
BalasHapusMenurut aku dide lengkap tulisan ini..kalu kite nulis sejarah harus lengkap dengan bukti dan narasumbernye..sementare tulisan ini dide disebutka narasubernye jak mane,sape,kalu dapat jak buku buku judulnye ape dan pengarang nye sape..sepengetahuanku luk itu..mangke kuat..
BalasHapusMaaf salah tempat aku tadi endak mengomentari tulisan si pahit li da atau puyang srunting..
Hapus